Monday, May 31, 2010

Band of Brothers (2001)

Dibuat berdasarkan buku Stephen Ambrose, yang memang merupakan pakar perang dunia 2, tentu saja apa yang digambarkan dalam film yang dibuat tahun 2001 ini adalah merefer dari saksi mata yang saat buku dibuat masih hidup. Melihat "kekejaman" manusia di masa perang sekaligus bagaimana "kemanusiaan" harus berjalan di sisi yang sama merupakan pengalaman yang sangat menarik. Film ini sendiri sampai dengan saat ini masih merupakan film termahal dalam sejarah pertelevisian karena menghabiskan 110 juta USD.

Ceritanya sendiri berawal dari "E" Company (merupakan singkatan dari "easy company"), merupakan batalyon kedua dari resimen 506 pasukan payung, mulai dari masa masa pelatihan di Georgia (Currahee ) sampai diterjunkan di arena pertempuran yang sebenarnya. Normandy merupakan lokasi pertama penerjunan, adegan dilangit dengan awan gelap dan hitam, sinar lampu sorot Jerman, dan silaunya tembakan yang bertubi tubi serta pesawat terbakar sangat sensasionil.

Salah satu episode dari total 10 episode yang menarik adalah pertempuran di Bagstone, yang dipenuhi salju dengan cuaca yang luar biasa buruk, serta ancaman frostbite, penyakit yang umum mendera manusia di udara ekstrim dingin. Nyaris semua karakter di film ini adalah merefer pada tokoh yang benar2 ada dan berperang pada masa itu. Tidak melulu perang, melainkan bagaimana paramedis beraksi adalah salah satu hal yang membuat kita mengerti bagaimana "menyembuhkan" dan "merusak" harus hidup berdampingan. Pasukan paremedis ini adalah orang2 luar biasa yang sangat berani, di tengah hujan peluru dengan keinginan membantu pasukan yang luka dan cedera.



Khusus untuk Damian Lewis, aktor satu ini berhasil secara tepat menggambarkan karakter Major Richard Winters, salah satu tokoh penting dalam film ini. Meski hanya dari sorot mata dan ekspresi ybs benar2 dapat menghidupkan karakter tokoh yang digambarkan.

Salah satu yang paling menarik bagi saya pada film besutan produser (Steven) Spielberg dan (Tom) Hanks ini adalah soundtrack-nya Michael Kamen yang bagi saya sangat luar biasa, indah dan mengharukan. Sedangkan adegan yang tidak menarik dan tidak nyaman buat dilihat adalah ketika salah satu prajurit AS digambarkan meniduri salah satu wanita Eropa dilokasi yang berhasil dibebaskan oleh AS. Sepertinya adegan ini sama sekali tidak menggambarkan etos kepahlawanan yang seharusnya saat AS membantu Eropa terhadap sang aggressor Hitler. , meski tidak dapat dipungkiri ini adalah kejadian yang memang terjadi pada masa itu.

Tuesday, May 25, 2010

White Tiger - Aravind Adiga

Kalau kita menyebut Andrea Hirata, yang terbayang adalah seorang penulis baru yang langsung top dengan debut pertama-nya sebagai penulis dan punya gaya bahasa yang mengalir lancar bagaikan air. Begitu juga dengan Aravind Adiga, langung menyabet Booker Prize untuk buku pertama-nya.
Sayang-nya berbeda dengan buku Andrea yang menginspirasi khalayak untuk sebuah semangat dalam mengejar cita, sebaliknya Aravind hanya membuat kita terkesan dengan teknik mengalir yang dia miliki. Meski demikian bagi kita yang punya bakat khusus meski dunia yang saat ini kita geluti sangat berbeda tidak ada kata terlambat. Kedua tokoh diatas tentu layak menjadi contoh, apalagi dunia internet saat ini sangat memungkinkan publikasi karya dengan biaya minimal.

Alumnus Columbia University yang lahir di 1974 ini, memotret kehidupan kelam akibat perbedaan kasta, tidak meratanya implementasi keadilan, di India modern. Meski Aravind menyangkal nya sebagai sebuah penghinaan melainkan lebih ke refleksi India dewasa ini.

Bagi yang pernah menonton, tentu ada kesan "Slumdog Millionaire" disini, dan rasanya kalau versi film-nya diwujudkan tentu saja Danny Boyle semestinya adalah salah satu yang paling pas.

Coraline (2009) - Henry Selick

Kenapa Coraline dan bukan Caroline ? hemm dari judulnya saja sudah menggelitik. Jika anda berpikir film kartun adalah konsumsi anak anak, rasanya film ini salah satu yang bisa membantah anggapan tersebut. Dibuat berdasarkan Novel tahun 2002 Neil Gaiman dan dengan adegan awal serta adegan akhir yang persis sama, benar benar mengingatkan saya dengan style yang biasa digunakan album konsep progressive rock.

Diarahkan oleh Henry Selick,dan memenangkan 10 penghargaan dari total sekitar 20 an nominasi, film ini menceritakan seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang pindah dari Michigan beserta ayah dan ibu-nya ke sebuah rumah tua di pedesaan dengan 2 tetangga eksentrik yang masing masing tinggal di lantai atas dan basement. Adegan pembuka yang luar biasa menggambarkan bagaimana sebuah boneka diubah, dengan animasi yang detail dan sangat menarik.

Menemukan sebuah pintu kecil ganjil yang ditutup wall paper menuntun Coraline ke dunia kembar dari realitas yang dia hadapi. Dunia kedua ini seakan akan lebih baik dari dunia realitas dan semuanya menggiring Coraline ke situasi yang mencekam. Dimana akhirnya mimpi dan realita bertukar posisi, sementara gadis kecil ini tidak sadar bahwa dunia maya yang seakan akan lebih indah ini adalah perangkap untuk menjebak dia, sebagaimana korban korban sebelumnya dari sang penguasa dunia maya.

Dibantu seekor kucing hitam kurus dengan kepala gepeng, mata besar dan ekor patah patah yang datang dan pergi seenaknya dan berbicara bagai manusia, Coraline akhirnya berhasil melepaskan diri dari jebakan sang penguasa sekaligus membebaskan arwah penasaran korban sebelumnya.

Gambar gambar di film ini sangat menarik, disajikan dengan kualitas gambar yang memesona dan fantasi yang cemerlang, mengingatkan saya dengan Alice in Wonderland dikombinasikan dengan imajinasi ala Gerald Scarfe (animator pink floyd dalam "the wall"), dengan total pekerja 450 orang dimana 30 sd 35 diantaranya berperan sebagai animator. Sungguh film yang layak ditonton.