Wednesday, July 20, 2011

Konspirasi Pertempuran Laut Arafuru - Julius Pour

Sejak kecil saya sangat menyukai kisah pertempuran Laut Arafuru, khususnya kisah kepahlawanan Komodor Jos Soedarso. Seingat saya bahkan PT Pos Indonesia pernah mengeluarkan seri perangko kepahlawanan beliau, yang kadang saya lihat dan nikmati pada surat untuk ayah ataupun ibu yang diterima di rumah. Ketika beberapa minggu lalu jalan2 ke toko buku Gramedia, mata saya tertumbuk pada buku Julius Pour, maka tanpa berpikir panjang langsung saya jadikan buku sekitar 280 an halaman ini sebagai salah satu koleksi buku saya.

Buku ini menarik, dan mengungkapkan hal2 dibelakang peristiwa tersebut, termasuk fase persiapan, kenapa AURI tidak bisa membantu, dan hal yang tidak terduga yaitu kondisi psikologis Jos Soedarso. Khusus yang terakhir ternyata Jos Sudarso baru saja kehilangan bayi pertama, yang sebelumnya sakit dan melakukan perjalanan darat yang relatif jauh atas perintah Jos Soedarso kepada istrinya. Perasaan bersalah yang dialami beliau serta ditambah dengan beban dan tuduhan Bung Karno yang meragukan kompetensi-nya membuat beliau nekat untuk bergabung dengan armada yang dipimpin Soedomo. Dalam perjalanan tersebut beliau juga membawa bendera merah putih yang ingin dia tancapkan di bumi Irian sebagai bukti bahwa Jos Soedarso bukanlah seorang pengecut.

Posisi Soedomo sendiri juga unik, meski ybs merupakan komandan untuk operasi ini, akan tetapi Jos Soedarso adalah atasan-nya. Untung saja Jos Soedarso, tetap meminta Soedomo tetap memperlakukan Jos Soedarso sebagai anak buah, karena komandan operasi secara lapangan harus tetap dianggap sebagai orang nomor satu yang harus diikuti perintah-nya.



Mengenai peristiwa tenggelamnya KRI Matjan Tutul, juga menimbulkan kontroversi, akan tetapi secara umum analisa yang paling mengena adalah kondisi psikologis Jos Soedarso membuat ybs berani menjadi martir demi menyelamatkan KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang. Dengan tetap mengarahkan kemudi menuju kumpulan HRMS Eversten, HRMS Kortenaer dan HRMS Utrecht, KRI Matjan Tutul seakan menjadi tumbal bagi yang lain. Situasi ini dipersulit juga karena Belanda juga mengerahkan pesawat Nepptune dan Firefly. Sayang-nya meski kapal2 KRI buatan Jerman ini sebenarnya standar-nya dilengkapi masing2 empat torpedo dan mesin mercedes benz yang mumpuni , tidak ada satupun yang berhasil diluncurkan, karena torpedo-nya sendiri sengaja tidak dibawa untuk menambah kapasitas daya tampung prajurit yang akan di daratkan di pantai Kaimana sebagai bagian dari operasi infiltrasi. Sehingga akhirnya Matjan Tutul berserta 25 awak kapalnya terkubur di dasar laut. Para prajurit infiltran dan AD yang kebetulan ada di bagian atas sempat meluncurkan perahu karet untuk menyelamatkan diri, meski akhirnya ditangkap oleh tentara Belanda.

Uniknya meski misi ini dinilai gagal dan bocor ke tangan musuh, dampak politisnya sangat tinggi dan membuat Belanda terpojok, dan akhirnya lewat operasi Mandala, Irian Barat menjadi bagian dari Republik Indonesia. Dimana saat itu karena bukan merupakan operasi infiltrasi, maka persenjataan Indonesia benar2 dilengkapi dengan persenjataan penuh, termasuk lusinan kapal perang ALRI yang dikomandani oleh Soedomo. Buku ini ditutup dengan akhir hidup yang tragis dari beberapa pahlawan perang Arafuru, semoga negara lebih memberikan perhatian pada para pahlawan ini.

Monday, July 18, 2011

Pak Kalla dan Presiden - Wisnu Nugroho

Saya baru beli dua buku dari mengenai SBY, yang dibuat Wisnu Nugroho, akan tetapi ketika akan membeli buku ketiga serta keempat, saya lebih tertarik buku Pak Kalla. Sejujurnya apa alasan saya lebih tertarik dengan buku Pak Kalla, bagi saya kolaborasi beliau dengan SBY bisa dibilang dahsyat, SBY yang pemikir dilengkapi dengan Pak Kalla yang cepat dan gesit, membuat Negara kita memiliki dua fungsi penting untuk bisa jalan, yaitu rem dan gas. Dari buku ini kita bisa melihat bagaimana Pak Kalla bertindak, dengan ciri khas-nya yang cermat, cepat, berani dan blak-blakan serta membuat kesan bahwa negara ini memiliki pilot yang dengan sigap membawa bangsa ini kearah yang lebih baik.

Misalnya kasus demo di Situ Gintung, ketika Pak Kalla sedang berkunjung ke lokasi, dengan sigap dan berani langsung mendatangi pendemo yang berkoar koar dengan pengeras suara dan mengeritik keras pemerintah serta sebaliknya bertanya apa yang sudah sang pendemo lakukan untuk korban, berapa banyak mayat yang sudah dia mandikan, sehingga membuat sang pendemo mati kutu.

Atau ketika Pak Kalla mencampakkan nasakah pidato yang begitu begitu saja dari satu pidato ke pidato lain-nya, serta mengabaikan aturan protokoler kepresidenan dengan tanpa ragu mengambil inisiatif menyalami semua yang hadir. Pak Kalla bahkan berani menaikkan BBM sekaligus meski kebanyakan birokrat menyarankan untuk kenaikan secara bertahap, hal ini mengingatkan kita keputusan beliau mengganti minyak tanah dan gas serta memaksakan ujian nasional. Ini menunjukkan bagi Pak Kalla, pemimpin yang sebenarnya adalah pemimpin yang berani mengambil resiko meski kadang putusan yang harus dilakukan sama sekali tidak populer.

Kita akhirnya juga dapat mengerti bagaimana Pak Kalla, ternyata menjadikan keluarga sebagai pelengkap yang setara dalam menghadapi berbagai persoalan hidup sekaligus menunjukkan rahasia dibalik kekuatan beliau. Rasanya tidak salah kalau kita bisa menyebutkan Pak Kalla, sejauh ini adalah satu satunya Wakil Presiden RI yang paling efektif dalam sejarah Indonesia. Bahkan menurut Buya Syafii Ma’arif, Pak Kalla lah yang berhak disebut sebagai “The Real President”. Dan rasanya semakin terasa kalau hal ini tidaklah salah salah amat, melihat kondisi bangsa ini di periode kedua yang justru malah menurun, misalnya dengan kasus korupsi di tubuh Partai Demokrat, dan lambatnya respon dan ketidak jelasan sikap pemerintah terhadap masalah masalah bangsa.

Kisah Tragis Oei Hui Lan - Agnes Davonar

Melihat cover buku ini di meja rekan kerja harus diakui cukup menggoda, apalagi saya sejak kecil sangat suka membaca biografi tokoh terkenal untuk dipelajari, syukur2 ada yang bisa menjadi inspirasi bagi perjalanan kita di dunia yang sangat singkat ini. Tetapi sebelumnya saya minta maaf dulu pada rekan kerja saya, kalau2 kebetulan dia membaca blog ini, karena saya belum sempat izin meminjam buku-nya sehubungan ybs sedang mengambil cuti cukup panjang he he.

Ada satu puisi di buku ini, yang berkesan, dan tentu saja akan lebih baik jika ditempatkan di halaman pembuka, baiknya saya kutip saja, dengan sedikit modifikasi


Layang layang memang dapat terbang setinggi dan selama mungkin di langit,
akan tetapi ke bumi jua lah sang layang layang akan kembali dan tak berdaya pada akhirnya.

Kita dapat saja berpesta hari ini, dengan cara semeriah dan sehebat hebatnya,
akan tetapi pada akhirnya setiap pesta hanyalah teringat sebagai kenangan dan bagian dari masa lalu.


Buku ini memiliki materi yang sangat menarik, dari kisah nyata, bahkan juga dengan pengantar yang juga merupakan kerabat dari Oei Hui Lan sehingga menambah bobot-nya sebagai sebuah sejarah. Sayangnya meski memiliki kesempatan untuk menjadi buku yang hebat, cara bercerita yang dipilih Agnes, terasa kurang mengalir, dan serta secara sastra kurang hidup. Menurut hemat saya, jika diberikan sentuhan sastra, serta imajinasi mengenai emosi Oei Hui Lan lebih diperkaya, dan riset mengenai situasi masa tersebut, misalnya mengenai detail kapal yang digunakan, atau ditambahkan peta dunia penjelajahan Oei Hui Lan atau situasi Semarang saat itu serta foto2 rumah Oei Tiong Ham saat ini misalnya, maka ini buku ini bukan tidak mungkin dapat setara dengan karya “Bumi Manusia” nya Pramudya Ananta Toer.





Siapa Oei Hui Lan ?, ya beliau adalah putri dari Oei Tiong Ham, yang berasal dari Tong An di Fujian, China. Pada awalnya tinggal di Semarang, dan lalu menetap di Singapura. Pada awalnya Kian Gwan ayah Oei Tiong Ham bergerak dalam bisnis jual beli karet, kapuk, gambir dan tapioka. Lalu oleh Oei Tiong Ham dikembangkan ke jasa pengiriman, kayu bahkan sampai opium. Oei Tiong Ham, akhirnya menjadi orang terkaya di Asia Tenggara.



Cukup mengagetkan mengetahui bagaimana kaya-nya Oei Tiong Ham, sampai2 memiliki rumah utama yang terdiri dari 200 kamar, 50 pembantu, puluhan koki, kebun binatang pribadi (bahkan dengan koleksi khusus seperti jerapah), kolam dan 11 pelayan untuk setiap anak dari istri pertama. Selain itu beliau juga memiliki sejumlah properti di seluruh dunia, sejumlah pabrik, bank, broker yang berkantor di London, armada kapal, dengan cabang bisnis yang menyebar hingga Bangkok, Singapura, Hongkong, Shanghai, London dan bahkan New York. Kehidupan keluarga-nya juga tak kalah mengagetkan, bayangkan beliau juga memiliki belasan gundik dan lebih dari 40 anak. Banyak yang tidak tahu, kalau saat ini Kian Gwan (yakni perusahaan milik Oei Tiong Ham dulu) beralih nama menjadi PT Rajawali Nusantara Indonesia.

Namun sebagaimana puisi diatas, apakah Oei Hui Lan bahagia dengan kekayaan yang dimiliki ? Betul bahwa ayahnya memiliki segalanya untuk apapun yang dia perlukan dan dia bisa hidup bagian dunia mana mana saja yang ia ingin miliki. Begitu juga dengan pergaulan dengan kalangan atas mulai dari putri kerajaan Monaco, atau pejabat tinggi seperti Sun Yat Sen, senator Amerika dari klan Kennedy.

Bahkan meski menikah dengan pejabat tinggi Republik Rakyat Cina yang menjadi utusan penting Cina di Amerika akan tetapi tidak membuat kehidupannya menjadi lebih baik. Begitu juga kekayaan yang ia miliki tak dapat dibawa hingga ia mati. Oei Hui Lan sendiri harus menerima kenyataan sang suami kembali menikah sehingga mengakhiri hidupnya seorang diri dengan melihat bagaimana kekayaan ayah-nya satu persatu lepas, keluarga besarnya pecah belah karena berebut harta. Kemudian pukulan bertubi tubi seperti kematian ayahnya yang misterius, ibunya dan kemudian kakak-nya. Jadi buku ini kembali mengingatkan bahwa bagaimanapun kematian adalah kepastian, dan tidak penting seberapa banyak yang kita miliki, karena pada akhirnya semua itu akan kita tinggalkan.

Wednesday, July 13, 2011

Allen Lande – Kolaborasi Symph-X dan Masterplan

Meski terlalu ringan buat kebanyakan penggemar progressive, tidak berarti kolaborasi dua vokalis dengan komposisi yang didominasi Magnus Karlsson ini lantas tidak layak didengar. Saya sendiri memutuskan untuk eksplorasi ke duet vokalis ini karena terlalu lama menunggu album baru Symph-X setelah Paradise Lost yang dahsyat itu.

Untuk komposisi lagu, sebenarnya secara umum dari dua album yang saya eksplorasi (sekitar 25 track) saya menilai hanya satu track yang kurang pas (The Battle 2005 dan The Revenge 2007), sisanya boleh dibilang cukup seru didengar khususnya sambil nyetir di jalanan tol luar kota he he. Sampul album-nya sendiri juga berbau progressive, dan didominasi gambar2 surealis ala Tolkien.

Bicara mengenai permainan Magnus, meski secara teknis skill-nya diatas rata rata, akan tetapi seara umum Magnus memiliki kelemahan dari sisi melodius sebagaimana juga Michael Romeo Symph-X, akan tetapi kalau Romeo masih punya nilai lebih khususnya pemilihan sound dan ritem2 yang mantap dan cepat.

Secara sound gitar, nada yang dipilih sepertinya juga lebih tipis, mungkin dengan alasan komersil. Meski demikian kelemahan Magnus ditutupi oleh kepiawaian doi di keyboard. Vokal Lande dan Allen, juga sepintas lalu tidak begitu mudah dibedakan, apalagi cukup banyak track2 dimana mereka berdua menyanyi bersama. Singkatnya direkomendasikan buat penggemar progressive khususnya yang merindukan suara serak namun ekspresif ala Russel Allen.