Friday, May 22, 2015

De-Loused in Comatorium - The Mars Volta

Anda bosan dengan musik yang begitu-begitu saja ? jika ya mari kita ikuti cerita saya, gara-gara eksplorasi salah satu track terpanjang dari album Frances The Mute alias L' Via L' Viaquez, saya jadi tertarik untuk kembali menikmati album studio pertama The Mars Volta. Namun saran saja bagi yang berminat eksplorasi sbb;

  • Jika anda lebih menyukai nuansa live dengan sound apa adanya ala Tool ataupun Mastodon ?, 
  • Jika anda kurang suka distorsi berlebihan ? 
  • Jika anda menyukai banyak kejutan dan perubahan dalam sebuah lagu atau album ? 
  • Jika anda cukup sabar dan mau mengulang-ngulang minimal 5x mendengar satu album sampai benar-benar bisa menikmati  ? 
  • Jika anda bisa menikmati musik yang agak berbau jazz
  • Jika anda tidak masalah dengan karakter vokal yang ajaib, ekspresif dan melengking serta sedikit psycho
  • Jika anda pernah dan bisa menikmati King Crimson, Led Zeppelin atapun Santana ? 


Jika semua jawaban anda ya, album De-Loused in Comatorium dari The Mars Volta (Selanjutnya kita sebut TMV) diciptakan untuk anda.   




Sebagaimana Pink Floyd yang skill teknis musisinya relatif biasa dan cenderung ke blues, TMV juga menyajikan semangat progressive dengan label yang sama. Yakni bahwa seorang musisi progressive tidak harus memiliki skill teknis mumpuni. Namun dalam hal ini, unsur blues yang ada di Pink Floyd diganti oleh TMV menjadi jazz. Digawangi musisi-musisi seperti 


Cedric Bixler-Zavala – vocals

Omar Rodríguez-López – guitar, bass ("Ambuletz")
Jon Theodore – drums
Isaiah "Ikey" Owens – keyboards
Flea – bass (except "Televators" and "Ambuletz")
Jeremy Michael Ward – effects & sound manipulation

TMV bermain dengan percaya diri, dan memainkan nada-nada yang jauh dari komersil. Mereka juga melakukan eksperimen bunyi meski skill teknis mereka jauh dibawah band-band  progressive seperti Dream Theater, Symphony-X, dll. Namun adanya Flea basis otodidak dari RHCP memberikan landasan yang stabil dan membuat Omar leluasa bereksperimen. Jangan kaget mendengar solo ala Omar, kurang lebih seperti Frank Zappa.


Mengusung ide album konsep, layaknya Lamb Lies Down on Broadway nya Genesis, The Wall nya Pink Floyd, ataupun Scene From a Memory nya Dream Theater, rasanya karya TMV ini layak masuk sebagai salah satu album konsep terbaik. Bercerita tentang Cerpin Taxt, sosok yang digambarkan menderita koma karena penggunaan obat bius berbahaya dan keracunan, memberi landasan yang kuat bagi TMV untuk bereksperimen dalam dosis tinggi. 


Meski banyak pihak menggadang gadang Omar Rodriguez sebagai nyawa TMV, Bagi saya, Cedric lah nyawa dari TMV. Tanpa Cedric, hampir pasti benang merah di setiap lagu akan sulit dikenali. Masalahnya Omar sering bermain ke wilayah abu-abu, sehingga acapkali kita kehilangan arah, namun kembali ke arah sebenarnya begitu Cedric mengambil alih. Ringkasnya gerbong imajinasi liarnya Omar tetap bisa berjalan lurus di rel progressive, karena Cedric yang berperan sebagai lokomotifnya Mari kita review track per track; 


1."Son et Lumière" 1:35 ****


Diawali dengan nada-nada aneh ala Tool, lalu nuansa mencekam dari keyboard Owens, plus nada repetitif gitar Omar ala King Crimson, Cedric langsung menjeritkan isi hatinya dengan suara tinggi dan ekspresif.  Track pendek ini lebih sebagai pengantar ke track berikutnya.


2."Inertiatic ESP" 4:24 ****


Ini merupakan sambungan dari track 1, yang langsung diawali dengan jeritan Cedric dengan suara sengau dan fals ala Matthew Bellamy dari Muse. Namun sepintas ada kesan Robert Plant juga dalam track ini khususnya saat Cedric melengkingkan nada tinggi. Lalu Omar memainkan teknik gitar feedback dengan settingan amply, layaknya karya Tool di track legendaris Parabola.


3."Roulette Dares (The Haunt of)"  7:31 *****


Bagian akhir track 2, ada kesan bersambung ke track 3, Cedric kini lebih tenang dan memainkan nada-nada gelap. Bagi saya ini track terbaik dalam album ini, dan sangat lengkap sebagai track progressive, baik dari sisi panjang komposisi, perubahan nada, permainan solo, dan ekspresif. Namun jangan harap ada permainan sekelas Tony Banks apalagi Keith Emerson untuk seksi keyboard, dalam TMV keyboard terkesan ditempatkan sebagai pembangun suasana. Pada menit 5.30, kita disajikan permainan Omar yang terkesan jazzy, meski dengan sound yang terdengar mentah.


4."Tira Me a las Arañas" ("Throw Me to the Spiders") 1:28


Masuk ke track ini, rasanya kita seperti digiring ke planet yang berada dibawah kekuasaan alien, namun secara komposisi bagi saya kualitasnya masih dibawah track-track lainnya. 


5."Drunkship of Lanterns" 7:06 ****


Masuk track 5 yang memiliki warna sama dengan bagian akhir track 4, semakin yakin kalau setiap track secara komposisi memang berhubungan satu sama lain. Kali ini perkusi yang terasa berbeda dengan track lainnya, khusus ketika dibeberapa bagian terkesan mirip dengan beat-perkusi ala hutan-hutan di Afrika. Pada bagian akhir Omar bermain dengan sound dan gaya Carlos Santana. 


6."Eriatarka" 6:20 *****


Ini track kedua terbaik bagi saya, dengan catatan khusus bahwa Omar memasukkan nada ala reggae.


7."Cicatriz ESP" 12:29 *****


Inilah track terpanjang dalam album ini dan layak masuk tiga track terbaik. Kali ini perkusi dan bas yang mengawali pembukaan track, dan irama yang di awalnya terkesan tenang ini mulai terdengar gelisah, lalu memasuki atmosfer latin seakan akan Carlos Santana ikut bergabung bersama TMV memainkan nada progressive dengan gaya Amerika latin. Permainan additional player dari RHCP pada seksi gitar alias John Frusciante ternyata tidak mudah dibedakan dengan Omar.   


8."This Apparatus Must Be Unearthed" 4:58 ***


Diawal Omar langsung memainkan nada-nada dengan down tune terkesan sember, lalu Cedric kali ini dengan gaya nyelenehnya, menjerit, berbisik dan melolong, dengan ekspresi yang mengingatkan saya akan Gildenlow dari Pain of Salvation. Beruntung sekali TMV memiliki Cedric di seksi vokal, kemampuannya menginterpretasi lagu menjadi modal yang signifikan. AKhir lagu semakin menabalkan keajaiban TMV. 


9."Televators" 6:19 ****


Dimulai dengan suara "burung-burung" berkicau, kali ini TMV bereksperimen dengan nada-nada ala Syd Barret di album-album awal Pink Floyd. Dalam track ini sepertinya Cedric bernyanyi dalam beberapa layer yang saling bersahut-sahutan. 


10."Take the Veil Cerpin Taxt" 8:42 ****


Mungkin enaknya musisi progressive adalah mereka bisa berpindah pindah antara genre seperti menit 1:30 dimana ada nuansa funky ala RHCP yang cukup kental setelah sebelumnya malah mirip dengan track Peanuts dari album Outlandos D' Amour nya The Police . Lalu di menit 3:30 kali ini suasana yang mengingatkan saya akan Anekdoten, salah satu group progressive bernuansa muram. Dan berakhirlah TMV, sekaligus membuat saya kagum dengan pilihan mereka mengeksplorasi sisi gelap yang jauh dari sisi komersil musik. 



Akhir kata album TMV ini layak untuk dinikmati, tak aneh kalau allmusic memberi 4,5 dari total 5 bintang, atau bahkan Los Angeles Times 4 dari 4 serta jangan lupa track Drunkship of Lanterns masuk di urutan 91 Best Guitar Song of Aall-Time dari Rolling Stone.  Namun jika anda tidak cukup sabar, maka karya jenius ini mungkin akan berakhir di tempat sampah.  

Ember vs Pipa

Dari buku Parable Of The Pipeline karya Burke Hedges ada sebuah cerita menarik yang pertama kali saya dengar dari seorang teman pada saya sekitar tahun 2001, yakni tahun pertama saya memutuskan bekerja di Jakarta. Dari cerita ini kita bisa mendapatkan beberapa manfaat yakni sbb;
  • Perbedaan antara Work Hard and Work Smart
  • Think Long term
  • Make this world a better world to live, then good things will come to you
Baiklah kita mulai saja ceritanya;

Alkisah ada dua orang bersaudara bernama Pablo dan Bruno. Mereka berdua bekerja sebagai pembawa ember, mengangkut air yang dibutuhkan desa tempat tinggal mereka dengan imbalan sekian rupiah per ember.

Sementara Pablo bekerja, ia berpikir bagaimana jika dapat mengerjakan tugas tersebut dengan lebih efisien. Ia mendapat ide untuk membangun saluran pipa yang dapat mengalirkan air dari sumbernya ke desa.

Ketika ide tersebut dikemukakan kepada Bruno, Saudaranya itu tidak tertarik, bahkan mentertawakan ide Pablo. Namun, Pablo sangat yakin akan impiannya, sehingga ia akhirnya memutuskan untuk mengerjakan proyek tersebut sendirian. Sementara itu, Bruno hidup dengan nyaman bahkan cenderung mewah karena pekerjaan membawa ember ternyata memberikan penghasilan yang memadai. Bruno dapat membeli rumah, kendaraan, dan keperluan lainnya, serta tak ketinggalan juga mentraktir teman-teman minum di kedai kopi.

Pekerjaan Pablo memang berat karena harus bekerja ekstra, sambil membangun saluran pipa, ia masih harus bekerja di siang hari untuk menghidupi keluarganya. Dari hari menjadi minggu, dari minggu menjadi bulan bahkan akhirnya hitungan tahun Pablo bekerja siang malam tak kenal lelah membangun saluran pipa. Mula-mula hanya beberapa meter, kemudian menjadi ratusan meter, hingga akhirnya puluhan kilometer saluran pipa berhasil menghubungkan sumber air ke desanya.

Ketika akhirnya pekerjaan itu rampung, seluruh desa menjadi senang karena mendapat pasokan air yang terus-menerus dari saluran pipa tersebut, tak peduli siang atau malam. Seluruh desa tak lagi kuatir pasokan terhenti ketika pembawa ember sedang sakit atau berlibur. Pablo pun mendapat penghargaan atas jasanya, serta tak ketinggalan penghasilan yang berlimpah. Sekarang Pablo tak perlu lagi mengangkut air dengan menggunakan ember. Sementara itu, kondisi Bruno semakin memprihatinkan karena tenaganya semakin berkurang dimakan waktu dan punggungnya semakin bongkok menopang beban.



Tuesday, May 12, 2015

Prasangka Baik

Salah seorang mantan atasan saya selalu curiga pada semua hal, bahkan beliau mengatakan prasangka negatif merupakan bagian dari dirinya. Beliau yang pernah kecewa dan merasakan sakitnya "dikhianati" menganggap prasangka negatif lebih baik dibanding prasangka positif. Namun cerita kiriman teman ini menunjukkan hal yang sebaliknya jika kita ingin menjalani hidup dengan cara yang lebih tenang. 

--- awal cerita 

Beberapa bulan yg lalu di meja pemesanan kamar hotel Memphis, saya melihat  suatu kejadian yg menarik sekali, bagaimana seseorang menghadapi orang  yg  penuh emosi. 

Saat itu pukul 17:00 lebih sedikit, dan hotel sibuk mendaftar tamu- tamu baru. Orang di depan saya memberikan namanya kepada pegawai di belakang meja dengan nada memerintah. Pegawai tsb berkata, "Ya, Tuan, kami sediakan satu kamar 'single' untuk Anda.” "Single," bentak orang itu, "Saya memesan double”.  Pegawai tsb berkata dg sopan, "Coba saya periksa sebentar." Ia menarik  Permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata, "Maaf, Tuan. Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali menempatkan Anda di kamar  double, kalau memang ada. Tetapi semua kamar double sudah penuh." 

Tamu yg berang itu berkata, "Saya tidak peduli apa bunyi kertas itu, saya  mau kamar double.” Kemudian ia mulai bersikap "anda-tau-siapa-saya," diikuti dengan "Saya akan  usahakan agar Anda dipecat. Anda lihat nanti. Saya akan buat Anda dipecat.” Di bawah serangan gencar, pegawai muda tsb menyela, "Tuan, kami menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan instruksi Anda."  Akhirnya, sang tamu yg benar2 marah itu berkata, "Saya tidak akan mau tinggal di kamar yg terbagus di hotel ini sekarang, manajemennya benar2 buruk," dan ia pun keluar. 

Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai pasti marah setelah baru saja dimarahi habis2an. Sebaliknya, ia menyambut semua dengan salam yg ramah sekali "Selamat malam,Tuan."

Ketika ia mengerjakan pekerjaan rutin yg biasa dalam mengatur kamar untuk saya,  saya berkata kepadanya, "Saya mengagumi cara Anda mengendalikan diri tadi. Anda benar-benar sabar.”"Ya, Tuan," katanya, "Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu. Anda lihat, ia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban pelampiasan kemarahannya. Orang yg malang tadi mungkin baru saja ribut dg istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau barangkali ia merasa rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk melampiaskan kekesalannya.” 

Pegawai tadi menambahkan, "Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik. Kebanyakan orang begitu." Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya,   "Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik, kebanyakan orang begitu." 

Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yg menyatakan perang pada Anda. Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti ini adalah membiarkan orang tsb melepaskan amarahnya, dan kemudian lupakanlah   

--- akhir cerita.       

Hemm menarik bukan, menghadapi situasi sulit dengan tetap tenang, dan tidak membiarkan diri kita dikendalikan oleh emosi yang dipicu oleh prasangka buruk. Cerita diatas mengingatkan saya akan buku karangan Eiji Yoshikawa. Buku ini mengisahkan bagaimana tegangnya hidup seorang samurai bernama Takezo alias Miyamoto Musashi, sosoknya yang selalu curiga, menyebabkan ketegangan dalam hidupnya nyaris 24 jam. Setelah belajar upacara minum teh, melukis, mengapresiasi musik, Musashi akhirnya berhasil mengalahkan ketegangan dalam dirinya dan bertarung dengan Sasaki Kojiro dalam pertarungan klasik di Pulau Ganryu yang dikenang hingga kini. 

Berikut tulisan saya yang lain mengenai prasangka, silahkan dinikmati.  

http://hipohan.blogspot.com/2012/12/prasangka-buruk.html
http://hipohan.blogspot.com/2014/04/prasangka-buruk-part-2.html